What is feature?
What is New?

PENGLOLAAN LIMBAH DAN GAS




BAB I
PENDAHULUAN


         A.  LATAR BELAKANG

Limbah atau sampah yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan karena pembuangan sampah atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah atau sampah juga merupakan suatu bahan yang tidak berarti dan tidak berharga, tapi kita tidak mengetahui bahwa limbah juga bisa menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat jika diproses secara baik dan benar. Limbah atau sampah juga bisa berarti sesuatu yang tidak berguna dan dibuang oleh kebanyakan orang, mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu lama maka akan menyebabkan penyakit padahal dengan pengolahan sampah secara benar maka bias menjadikan sampah ini menjadi benda ekonomis.
Konsep yang dapat digunakan dalam mengolah limbah, adalah konsep 4R, yaitu:
      1.Reduce: mengurangi penggunaan produk yang akan menghasilkan sampah.
      2. Reuse : menggunakan ulang, menjual atau menyumbangkan barang-barang yang masih dapat dimanfaatkan.
      3. Recycle: memodifikasi benda yang tadinya tidak bermanfaat, menjadi bermanfaat.
      4.Recovery: upaya pengambilan kembali atau pemanfaatan material yang masih dapat dimanfaatkan.
            Dalam PT. United tractors limbah tersebut merupakan bukan berarti tidak dapat dimanfaatkan kembali, melainkan limbah tersebut dapat diolah kembali sebagai mana mestinya. Limbah organik yang terdapat di PT. United Tractors ini dapat dikelola kembali menjadi pupuk kompos, dan apabila limbah tersebut tidak dapat dipergunakan kembali maka limbah tersebut di buang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Selain itu limbah anorganik pun dapat dimanfaatkan kembali menjadi bahan-bahan yang berguna contohnya kertas bekas dapat dimanfaatkan kembali menjadi kertas yang sama fungsinya seperti semula.

B.          RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud limbah B3 ?
2.      Bagaimana cara pengelolaan B3  ?
3.      Bagaimana pengelolaan limbah B3 ?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.           Pengertian Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

B.         Pengolahan
limbah

          Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas
limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk mengatasi Limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:

1.pengolahan menurut tingkatan perlakuan
2. pengolahan menurut karakteristik
limbah

Untuk mengatasi berbagai limbah dan air limpasan (hujan), maka suatu kawasan permukiman membutuhkan berbagai jenis layanan sanitasi. Layanan sanitasi ini tidak dapat selalu diartikan sebagai bentuk jasa layanan yang disediakan pihak lain. Ada juga layanan sanitasi yang harus disediakan sendiri oleh masyarakat, khususnya pemilik atau penghuni rumah, seperti jamban misalnya.
1. Layanan air
limbah domestik: pelayanan sanitasi untuk menangani limbah Air kakus.
2. Jamban yang layak harus memiliki akses air bersih yang cukup dan tersambung ke unit  penanganan air kakus yang benar. Apabila jamban pribadi tidak ada, maka masyarakat perlu memiliki akses ke jamban bersama atau MCK.
3. Layanan persampahan. Layanan ini diawali dengan pewadahan sampah dan pengumpulan sampah. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan gerobak atau truk sampah. Layanan sampah juga harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sementara (TPS), tempat pembuangan akhir (TPA), atau fasilitas pengolahan sampah lainnya. Dibeberapa wilayah pemukiman, layanan untuk mengatasi sampah dikembangkan secara kolektif oleh masyarakat. Beberapa ada yang melakukan upaya kolektif lebih lanjut dengan memasukkan upaya pengkomposan dan pengumpulan bahan layak daur-ulang.
4. Layanan drainase lingkungan adalah penanganan limpasan air hujan menggunakan saluran drainase (selokan) yang akan menampung limpasan air tersebut dan mengalirkannya ke badan air penerima. Dimensi saluran drainase harus cukup besar agar dapat menampung limpasan air hujan dari wilayah yang dilayaninya. Saluran drainase harus memiliki kemiringan yang cukup dan terbebas dari sampah.
5. Penyediaan air bersih dalam sebuah pemukiman perlu tersedia secara berkelanjutan dalam jumlah yang cukup. Air bersih ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan makan, minum, mandi, dan kakus saja, melainkan juga untuk kebutuhan cuci dan pembersihan lingkungan.



                  4.  Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
       A. Pengertian Limbah B3
Limbah B3 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan Limbah B3 ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan.
Pengelolaan Limbah B3 ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 1994 yang dibaharui dengan PP No. 12 tahun 1995 dan diperbaharui kembali dengan PP No. 18 tahun 1999 tanggal 27 Februari 1999 yang dikuatkan lagi melalui Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tanggal 26 November 2001 tentang Pengelolaan Limbah B3.
Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
B.       Tujuan pengelolaan limbah B3
Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali.
Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula. Dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula.
       C. Identifikasi limbah B3
Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
  1. Berdasarkan sumber
  2. Berdasarkan karakteristik
Golongan limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi:
a.      Limbah B3 dari sumber spesifik;
b.     Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
c.      Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Sedangkan golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan:
a.     mudah meledak;
b.    pengoksidasi;
c.     sangat mudah sekali menyala;
d.    sangat mudah menyala;
e.     mudah menyala;
f.     amat sangat beracun
g.    sangat beracun;
h.    beracun;
i.      berbahaya;
j.      korosif;
k.    bersifat iritasi;
l.      berbahayabagi lingkungan;
m.  karsinogenik;
n.    teratogenik
o.     mutagenik.
Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 18 tahun 1999 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:
a.      mudah meledak
b.       mudah terbakar;
c.      bersifat reaktif
d.      beracun
e.       menyebabkan infeksi;
f.       bersifat korosif.
Peningkatan karakteristik materi yang disebut B3 ini menunjukan bahwa pemerintah sebenarnya memberikan perhatian khusus untuk pengelolaan lingkungan Indonesia. Hanya memang perlu menjadi perhatian bahwa implementasi dari Peraturan masih sangat kurang di negara ini.
Limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:

a.      Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap

b.      Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi
c.       Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengan lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut
d.      Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik.

D.      Pengelolaan dan pengolahan limbah B3
Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan penimbunan.
Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan ke Bapedalda setempat.
Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan:
  • Lokasi pengolahan
Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus:
1.      daerah bebas banjir;
2.      jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter;
Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:
1.      daerah bebas banjir;
2.      jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya;
3.      jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300 m;
4.      jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m;
5.      dan jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar alam,hutan lindung) minimum 300 m.
  • Fasilitas pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
1.      sistem kemanan fasilitas;
2.      sistem pencegahan terhadap kebakaran;
3.      sistem pencegahan terhadap kebakaran;
4.      sistem penanggulangan keadaan darurat;
5.      sistem pengujian peralatan;
6.      dan pelatihan karyawan.
Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume kecil pun berdampak besar terhadap lingkungan.
  • Penanganan limbah B3 sebelum diolah
Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.
  • Pengolahan limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb:
      1.  proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.
      2. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll.
      3.proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir
      4. proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah.
  • Hasil pengolahan limbah B3
Memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3 yang telah diolah dan dilakukan pemantauan di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka waktu 30 tahun setelah tempat pembuangan akhir habis masa pakainya atau ditutup.
Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil limbah B3, harus melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3 bulan sekali).



PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.             Latar Belakang
Perkembangan pendidikan saat ini meningkat dengan pesat sebagai konsekwensi dari logis globalisasi. Perkembangan pendidikan keperawatan hendaknya tidak hanya berupah peningkatan kwantitas semata,namun harus di ikuti dengan peningkatan kwalitas pendidikan. Dengan demikian akan di hasilkan perawat yang professional dan siap berkompotisi dengan enaga kesehatan lain,baik di tingkat nasional atau internasonal.
Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang  serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya  tuntutan masyarakat akan  mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan atau kebidanan. Hal ini merupakan tantangan  bagi profesi keperawatan dan kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi  memerlukan  landasan komitmen yang kuat  dengan basis pada etik dan moral yang tinggi.
Perawat di tuntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan untuk pasien/klien baik secara individu,keluarga,kelompok,dan masyarakat dengan memandang manusia secara biopsikososial spiritual yang komprehensi.Sebagai tenaga yang professional,dalam melaksanakan tugasnya diperlukan suatu sikap yang menjamin terlaksananya tugas tersebut dengan baik dan bertanggung jawab secara moral.
Etika merupakan sesuatu yang dikenal,diketahui,diulang,serta menjadi suatu kebiasaan di dalam suatu masyarakat,baik berupa kata-kata atau suatu bentuk perbuatan yang nyata. Etika lebih menitik beratkan pada aturan-aturan,prinsip-prinsip yang melandasi perilaku yang mendasar dan mendekati aturan-aturan,hukum,dan undang-unang yang membedakan benar atau salah secara moralitas.
Dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga, atau komunitas,perawat sangat memerlukan etika keperawatan. Karena itu,focus dari etika keperawatan di tujukan terhadap sifat manusia yang unik.


1.2.            Tujuan
1)   Tujuan Umum
·         Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Keperawatan
2)      Tujuan Khusus
·         Untuk lebih mengerti, memahami, dan menerapkan prinsip-prinsip etika keperawatan.
·         Untuk lebih mengerti dan memahami nilai, norma dan budaya
·         Untuk memahami kebutuhan rasa aman dan nyaman pasien
·         Untuk mengaplikasikan etika keperawatan dalam melakukan pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman pasien.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      Pengertian
     Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, ’ethos’ yang berarti kebiasaan/adat istiadat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berfikir.
     Kata ’etika’ dalam Kamus besar Bahasa Indonesia mempunyai arti :
·       Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
·       Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
·       Nilai mengenai benar dan salah suatu golongan atau masyarakat.
Etika Keperawatan yaitu norma yang dianut oleh perawat dalam bertingkah laku dengan klien, keluarga, kolega atau tenaga kesehatan lainnya disuatu pelayanan kesehatan lainnya disuatu pelayanan keperawatan yang bersifat profesional.

2.2.      Prinsip-Prinsip Etika Keperawatan
A.    Otonomi (Autonomy/Self Determination)
Prinsip otonomi didasarkan pada hak seseorang untuk membuat keputusan sendiri.
Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
B.     Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti hanya melakukan sesuatu yang baik. Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban melakukan yang terbaik dan tidak merugikan orang lain.
C.   Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
D.   Tidak Merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Mengerjakan sesuatu dengan teliti, hati-hati, cermat, dan tidak sembarangan.
E.    Jujur (Veracity/Truth Telling)
Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban untuk menyampaikan atau mengatakan sesuatu yang benar, tidak berbohong apalagi menipu. Perawat menerapkan prinsip ini selalu berbicara benar, terbuka dan dapat dipercaya.
F.    Komitment (Fedelity/Keeping Promise)
Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban untuk setia, loyal dengan kesepakatan atau tanggung jawab yang diemban. Perawat akan bertanggungjawab sungguh-sungguh terhadap tugas yang diembannya.

2.3.      Norma dan Budaya
Norma adalah aturan-aturan atau pedoman sosial yang khusus mengenai tingkah laku, sikap, perbuatan yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan di lingkungan kehidupannya.
2.3.1. Konsep Dan Prinsip Norma dalam Keperawatan
1)        Kontak mata           
 Mengobservasi perilaku klien pada saat bersama keluarga dan orang lain adalah cara yang baik untuk mempelajari pola kebiasaan, tentang kontak mata.
2)   Sentuhan dan Jarak Personal
Orang dengan sifat religius yang tinggi cenderung menjaga jarak personal antara diri mereka dan orang lain, dan menggunakan sedikit sentuhan. Sentuhan terapeutik akan memberikan kenyamanan pada pasien dan menambah kepercayaan ppasien terhadap perawat.
3)        Penggunaan Bahasa Tubuh
Bahasa tubuh dapat mudah disalahartikan, jadi perhatikan dengan benar asumsi yang anda buat dari perilaku klien. Perhatikanlah posisi pada saat melakukan tindakan, jangan sampai perawat membelakangi klien, karena akan mengurangi kenyamanan klien.
4)        Menjaga privacy klien
Perawat harus menjaga kerahasiaan terhadap permasalahan yang dimiliki klien. Jangan sampai diketahui oleh orang lain.

2.3.2. Konsep Dan Prinsip Budaya dalam Keperawatan
1)  Mengahargai keyakinan klien menurut budayanya
Perawat harus bisa menghargai keyakinan klien tetapi tetap melaksanakan tindakan untuk perawatan klien dengan mengganti dengan alternative lain. Misalnya klien yang tidak mengkonsumsi obat-obatan kimia, berpikir kritis dengan mengganti dengan obat herbal yang telah terbukti pengobatannya.
2)   Menghentikan kebiasaan buruk
Apabila klien mempunyai kebiasaan merokok pada saat setelah makan, maka perawat harus dapat melarang kebiasaan tersebut. Karena dapat membahayakan klien dan terapi penyembuhan dapat mengalami kegagalan.
3)   Mengganti kebiasaan pengobatan yang  buruk
Bagi masyarakat Jawa dukun adalah yang pandai atau ahli dalam mengobati penyakit melalui “Japa Mantera“, yakni doa yang diberikan oleh dukun kepada pasien. Misalnya dukun pijat/tulang (sangkal putung) khusus menangani orang yang sakit terkilir , patah tulang , jatuh atau salah urat.

2.4.       Pemenuhan Rasa Aman
Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik dan psikologis (Potter & Perry, 20010). Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya/kecelakaan, yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus di penuhi, terdiri dari :
1.    Kemanan lingkungan
Lingkungan klien mencakup semua faklor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup klien. Keamanan dalam lingkungan diperlukan untuk mengurangi insiden terjadinya penyakit dan cedera, memperpendek lamanya tindakan dan hospitalisasi, meningkatkan atau mempertahankan status gizi klien, meningkatkan kesejahteraan klien dan juga memberikan rasa aman kepada staff sehingga kerja mereka menjadi optimal.
a)    Suhu
Suhu lingkungan yang nyaman bagi individu sangat bervariasi, tetapi individu biasanya nyaman pada suhu antara 18,3-23,9 C. Pemaparan terhadap udara yang sangat dingin dalam waktu lama menyebabkan radang dingin (fosbite) dan hipotermia. Pemaparan terhadap panas yang eksterm akan menyebabkan headstroke (sengatan terik mtahari) atau heat exhaustion.
b)   Bahaya Fisik
Bahaya fisik yang ada dalam komunitas dan tempat pelayanan kesehatan mengakibatkan cedera pada pasien. Banyak bahaya fisik, khususnya yang mengakibatkan jatuh, dapat diminimalkan melalui pencahayaan yang adekuat, pengurangan penghalang fisik, pengontrolan bahaya yang mungkinkan, dan tindakan pengamanan di kamar.
c)    Pengontrolan polusi
Lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang bebas dari polusi. Polutan adalah zat kimia atau sampah material yang berbahaya yang dibuang kedalam air,tanah atau udara. Pada umumnya manusia hanya berfikir  jenis polusi itu hanyalah polusi udara, air ataupun tanah. Padahal ada juga polusi yang menimbulkan resiko tarhadap kesehatan.
d)   Oksigen
Perawat harus menyadari berbagai faktor yang ada di lingkungan yang dapat menurunkan jumlah oksigen yang tersedia. Bahaya umum yang ditemukan di rumah sakit adalah sistem pemanasan yang tidak berfungsi dengan baik. Pembakaran yang tidak sempurna menyebabkan penumpukan karbon monoksida di dalam ruangan.

2.      Nutrisi
Pemenuhan kebutuhan nutrisi secara adekuat dan aman  memerlukan kontrol lingkungan dan pengetahuan misalnya jika di rumah, klien memerlukan kulkas dan alat pembeku untuk menjaga makanan yang cepat membusuk agar tetap segar.
3.      Pengurangan Transmisi Pathogen
Pathogen adalah setiap mikroorganisme yang mampu menyebabkan penyakit. Salah satu metode yang paling efektif untuk membatasi penyebaran pathogen adalah dengan cuci tangan sesuai dengan tehnik aseptic.  
BAB III
PENUTUP

3.1.       Kesimpulan
Sering kali perawat dihadapkan pada situasi yang memerlukan keputusan untuk mengambil tindakan. Sebagai perawat yang professional kita di tuntut untuk mengambil tindakan yang tidak merugikan perawat maupun  pasien itu sendiri.
Dengan mengenal, mempelajari dan menerapkan prinsip-prinsip etika dalam diri seorang perawat maka tujuan dari proses keperawatan dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan hukum dan norma yang berlaku. Seorang perawat juga akan mampu mengambil keputusan yang terbaik dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang ada.     

3.2.  Saran
Sebaiknya dalam melakukan tindak keperawatan,seorang perawat harus bertindak sesuai dengan prinsip etika tersebut.
Dalam menghadapi situasi yang memerlukan keputusan untuk mengambil tindakan, seorang perawat harus mampu memberikan tindakan sesuai dengan norma hukum yang berlaku.















DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul Hidayat. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba             Medika
Meidiana Dwidiyanti. 1998. Aplikasi Model Konseptual Keperawatan. Edisi 1.    Semarang: Akper Depkes Semarang
Soekidjo Notoatmodjo. 1993. Pendidikan Kesehatan dan Perilaku Manusia. Edisi revisi.             Jakarta : Rineka Cipta.

What is next?